SETELAH PENSIUN sebagai Kepala Desa,
Rifai tak memiliki pekerjaan. Saat itulah dia bertemu maestro batik Lasem,
Naomi Susilowati Setiono. Kini, dengan mengusung label “Batik Tulis Ningrat”,
nama Rifai dikenal di kalangan pecinta batik tulis Lasem.
Delapan
tahun lalu, 2008, Rifai adalah mantan Kepala Desa (Kades) yang “pengangguran”.
Dia menjalani hari-harinya nyaris tanpa kegiatan yang berarti. Sedikitpun tak
terlintas dalam pikirannya untuk menekuni usaha batik. Apalagi, karena dia
memang tidak memiliki latar belakang usaha perbatikan.
Berkat
jalan Tuhan-lah yang kemudian mempertemukan dirinya dengan Naomi Susilowati Setiono,
pemilik Batik Tulis Laseman “Maranatha”. Kala itu, keinginan Rifai jauh dari
kata muluk. Dia hanya ingin berusaha untuk memenuhi kebutuhan nafkah bagi
keluarganya.
Pekerjaan
sebagai penjual kain batik Lasem pun dilakoninya. Dari hanya menjual selembar
kain batik, usaha Rifai perlahan mengalami peningkatan. Melalui Naomi pula
Rifai berkesempatan belajar membatik dan membuat desain motif batik.
“Kebetulan, saat itu Bu Naomi gencar melakukan pengaderan karena SDM di industri
batik Lasem sangat terbatas,” ujar Rifai.
Hal
itu pula yang mendorong motivasi Rifai untuk serius terjun di dunia batik. Dia
mengaku tak ingin hanya sekadar menjadi pedagang. Motivasi yang kuat sejalan
dengan semangat untuk maju mendorong Rifai menggali ilmu tentang membatik dari
mana saja, bahkan dari para pegawainya. “Umumnya pegawai saya adalah para
pembatik mahir yang telah berpengalaman dan pernah bekerja pada pengusaha batik
lain,” tambahnya.
Pamor
batik Lasem yang kalah bersaing dengan batik dari daerah lain seperti
Pekalongan, Yogyakarta dan Solo membuat banyak pabrik batik di Kecamatan Lasem
(Kabupaten Rembang, Jawa Tengah) gulung tikar dan hanya menyisakan para
pembatik andal. Para pembatik itu umumnya memperoleh pengetahuan secara
turun-temurun. Kebanyakan dari mereka menjadikan pekerjaan membatik sebagai
aktivitas sampingan di luar kegiatan utamanya sebagai petani.
Ibarat
pisau yang kian tajam karena terasah. Rifai pun kian mahir dalam mendesain
motif batik. Dia terus membangun dan mengembangkan imajinasinya dalam
penciptaan desain-desain baru dengan warna-warna yang disukai selera konsumen,
tanpa meninggalkan pakem yang ada. Jika siang hari waktunya dihabiskan untuk
mengelola pabrik dan pemasaran produk batiknya, maka malam hari digunakan untuk
membuat desain. Salah satu desain karyanya, yakni motif Tiga Negeri, berhasil masuk 10 besar desain batik tulis terbaik
dalam Lomba Cipta Seni Batik Nusantara 2012.
Motif
Tiga Negeri menampilkan perpaduan
budaya China dan Jawa, yaitu motif burung Hong dan bunga Peony (China) yang
dipercantik dengan ornamen isian Sekar Jagad. Batik Tiga Negeri menggunakan tiga warna berbeda, yaitu merah, biru, dan
soga (kecoklatan).
Selain
Tiga Negeri, koleksi motif batik di showroom Batik Tulis “Ningrat” milik
Rifai, didominasi oleh motif-motif batik Laseman pada umumnya, yakni motif
burung Hong, bunga Peony, Teratai, Watu Pecah atau Watu Krecak, Liong, Kawung, Gunung
Ringgit, dan Parangan. Hanya saja, dari sisi pewarnaan, desain batik tulis “Ningrat”
sedikit berbeda dengan batik Laseman umumnya, yakni menggunakan warna-warna
yang lebih terang.
Sebagai
mantan Kades, nama Rifai cukup dikenal. Karena itu, tak sulit baginya menembus
birokrasi guna memasarkan produknya melalui jalur UMKM (Usaha Mikro Kecil dan
Menengah). Pasar yang kian terbuka mendorong tekad Rifai memproduksi sendiri
batik jualannya. Sebab itu, dia akhirnya mengubah dapur dan halaman rumah
orangtuanya di Desa Pohlandak, Lasem, sebagai area produksi. Di bawah bendera
batik tulis “Ningrat”, usaha batik Rifai pun terus berkibar.
Usaha
batik Rifai yang kian maju, tak bisa lagi mengandalkan lahan pekarangan rumah
orangtuanya. Karena itu, dia pindahkan workshopnya
ke daerah Sumbergirang. Di tempat baru itu, usaha batik tulis Lasem milik Rifai
didukung oleh 50-an orang pembatik yang bekerja sebagai tenaga harian. Dari
tangan lihai mereka, dalam sebulan Batik Ningrat mampu memproduksi 2.000-3.000
lembar kain batik tulis. Kain-kain batik itu dipasarkan bervariasi antara
Rp150.000 hingga Rp3 juta.
Geliat
bisnis batik tulis Ningrat yang kian mekar rupanya mendapat dukungan dari
banyak kalangan. Antara lain bantuan pemodalan dari Kementerian Kesejahteraan
Rakyat serta bantuan manajemen pengelolaan limbah dari pemerintah melalui
program IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Dengan IPAL, limbah yang
dihasilkan dalam proses produksi batik Ningrat tidak merusak lingkungan
sekitar.
Keberhasilan
Rifai mengembangkan usaha batik Lasem dengan sendirinya membuka lapangan
pekerjaan bagi banyak warga di kampungnya. Kini, dia pun berganti predikat.
Jika sebelumnya dikenal sebagai Kades, sekarang adalah pengusaha batik Lasem.
Para pengusaha batik Lasem yang tergabung dalam Kluster Batik Lasem yang
beranggotakan 60 pengusaha batik di Lasem bersepakat mengangkatnya sebagai
Ketua, menggantikan Naomi Susilowati yang meninggal tahun 2010.
Workshop Batik Tulis Ningrat di Sumbergirang,
kerap dikunjungi tamu yang ingin mengetahui proses pembuatan batik. Tentu saja mereka
sekalian berbelanja. Toh, meski
sering mendapat tamu dari luar negeri, Rifai belum berniat untuk memasarkan
produknya hingga luar negeri. “Saat
ini animo pasar dalam negeri saja sudah lebih baik, terlebih karena sekarang ini
batik tidak terbatas digunakan hanya sebagai pakaian kondangan,”
tuturnya.
Peningkatan
minat masyarakat itu cukup membuat Rifai kewalahan melayani permintaan. Dari
dalam negeri, permintaan pelanggan biasanya datang dari Jawa, Kalimantan,
Sumatera, Bali, dan Sulawesi. Sedangkan dari luar negeri biasanya diperoleh melalui
pihak kedua atau ketiga. Permintaan juga datang dari para pelanggan karena
mereka mengetahui produk saya setelah saya membuka pemasaran via online. Bapak tiga anak ini yakin akan pertumbuhan pasar batik tulis Lasem pada
masa mendatang.
Rifai
sudah berbulat tekad untuk menghabiskan sisa usianya dalam dunia batik. Dia tak
berniat memproduksi batik secara massal dengan memproduki batik cap atau print.
“Batik itu bukan cuma untuk mencari nafkah, tapi saya ingin membantu
perekonomian warga masyarakat Lasem. Dengan batik, saya ingin mengenalkan Lasem
kepada masyarakat dunia," tekadnya. ***